A.
Penelitian
eksploratif
1. Pengertian penelitian eksploratif
Penelitian
eksploratif adalah salah satu jenis penelitian sosial yang tujuannya
untuk memberikan sedikit definisi atau penjelasan mengenai konsep atau pola yang digunakan
dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti belum memiliki
gambaran akan definisi atau konsep penelitian. Peneliti akan mengajukan what
untuk menggali informasi lebih jauh. Sifat dari penelitian ini adalah kreatif, fleksibel, terbuka, dan
semua
sumber dianggap penting sebagai sumber informasi.
Penelitian eksploratori,
menurut Kotler, p. 122, adalah “penelitian yang bertujuan menghimpun informasi
awal yang akan membantu upaya menetapkan masalah dan merumuskan hipotesis.”
Penyebutan penelitian
eksploratori sebagai salah satu pendekatan penelitian antara lain ditemukan
dalam blog KnowThis.com
(blog tentang pemasaran) yang menjelaskan penelitian eksploratori (dalam
pemasaran, tentunya) sebagai berikut.
The exploratory approach (cetak tebal dari penulis) attempts to discover
general information about a topic that is not well understood by the marketer.
For instance, a marketer has heard news reports about a new internet technology
that is helping competitors but the marketer is not familiar with the
technology and needs to do research to learn more. (Pendekatan eksploratori
berupaya menemukan informasi umum mengenai sesuatu topik/masalah yang belum
dipahami sepenuhnya oleh seseorang petugas pemasaran (bisa kita ganti
sebutannya dengan yang lebih umum: peneliti). Sebagai contoh, seorang petugas
pemasaran (peneliti) telah mendengar berita tentang adanya teknologi internet
baru yang bisa membantu pihak-pihak yang berkompetisi di dunia pemasaran,
tetapi si petugas pemasaran tersebut belum akrab (kenal, paham) benar dengan
peralatan teknologi tersebut dan berkeinginan untuk melakukan penelitian guna
mengenal lebih jauh mengenainya.
Istilah “disain” (bukan
pendekatan) sebenarnya lebih menunjuk ke sisi operasional pendekatan tersebut.
Simak tulisan berikut (dari KnowThis.com).
The basic difference between exploratory and descriptive research is
the researh design (Perbedaan pokok antara penelitian eksploratori dan
deskriptif adalah pada desainnya). Exploratory
research follows a format that is less structured and more flexible than
descriptive research (Penelitian eksploratori tatacara atau langkah-langkah
penelitiannya tidak terstruktur-baku seperti penelitian deskriptif, dan jauh
lebih luwes-dapat diubah-ubah sesuai situasi-pula).
This approach works well when the marketer doesn’t have an
understanding of the topic or the topic is new and it is hard to pinpoint the
research direction (Pendekatan penelitian eksploratif ini akan sangat cocok
digunakan apabila si petugas pemasaran/peneliti belum paham benar mengenai
sesuatu topik/masalah yang akan dilteliti, atau topik tersebut merupakan
sesuatu yang baru yang sangat sulit sekali untuk menentukan arah ke mana
penelitian terhadapnya akan menuju).
Nah, jadi, penelitian eksploratif
merupakan salah satu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti
sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum
dikenali, dengan baik.
2. Objek
penelitian eksploratori
Istilah untuk
menyebut sifat-keadaan topik/masalah penelitian eksploratori seperti disebutkan
di atas itu bermacam-macam, antara lain:
(1) a topic is not well
understood (topik belum dipahami benar–KnowThis.com),
(2) s/he doesn’t know enough
about (something–yang bersangkutan/peneliti belum tahu benar
mengenainya/sesuatu yang akan diteliti–DJS
Research Ltd.),
(3) an issue or problem
where there are few or no earlier studies to refer to (persoalan atau
masalah yang sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali hasil-hasil
penelitian terdahulu yang bisa dijadikan rujukan mengenainya–WikiAnswwer),
(4) hardly anything is known
about the matter at the outset of the project (sejak awal proyek
penelitian hampir-hampir tiada sesuatu apapun yang diketahui mengenai masalah
yang akan diteliti itu–pentti.routio@laposte.net)
Maka, “When gaining insight
(i.e., discovery) on an issue is the primary goal, exploratory research is
used” [apabila yang menjadi tujuan utama penelitian adalah memperoleh
pengetahuan yang mendalam (misalnya “menemukan sesuatu yang belum diketahui”)
mengenai sesuatu masalah/hal/objek penelitian, maka pendekatan penelitian
eksploratorilah yang paling tepat digunakan–KnowThis.com].
Dari beberapa penjelasan
tersebut dapatlah dipahami bahwa apabila penelitian-penelitian
“kuantitatif-positivistik yang bersifat “mengukur-ukur” dan “uji hipotesis”
dimulai dari adanya sesuatu “masalah” (yang diidentifikasi lewat
membaca literatur, membuka-buka dokumen–data statistik dsb, atau pengamatan
selintas–lewat wawancara dsb), lalu membatasi masalah yang akan diteliti
(salah satu atau beberapa dari sekian masalah yang sudah teridentifikasi
tersebut), kemudian dipertanyakan dipermasalahkan (kenapa, apa penyebab dsb)
yang dirumuskan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat tanya), penelitian
eksploratif tidak mulai dengan langkah (desain) seperti itu. Penelitian
eksploratif mulai dari “ketidaktahuan” akan sesuatu fenomena yang menarik
untuk, atau perlu, diteliti.
3. Langkah
penelitian eksploratori konvensional
Di atas
disebutkan bahwa ada perbedaan disain antara penelitian eksploratori dan
deskriptif, yaitu dalam hal penelitian eksploratori tahapannya tidak sebaku
seperti penelitian deskriptif. Namun demikian, agar tidak terlampau sulit
memahaminya, Penulis lebih suka membuat pilihan, bisa gunakan yang agak
konvensional baku juga seperti yang akan dipaparkan berikut.
Langkah
pertama, pada “latar belakang penelitian” dikemukakanlah mengenai adanya
sesuatu fenomena yang “menarik” (misalnya–dalam contoh di atas–adanya produk
teknologi internet baru yang sangat penting untuk dunia pemasaran). Contoh lain
dalam pendidikan adalah adanya gerakan baru dalam manajemen sekolah (untuk saat
ini misalnya adanya ISOnisasi, SBN-isasi, SBI-nisasi). Konsep atau ide tentang
ISO, SBN, SBI mungkin bisa dirujuk dari literatur atau aturan/pedoman tertentu.
Pelaksanaannya di lapangan seperti apa, itu yang benar-benar belum ada rujukan
tentangnya. Ini sebagai contoh, dalam kenyataan sekarang tentu sudah ada
beberapa penelitian tentangnya. Jadi, anggap ISO,SBN, SBI sebagai ide yang
benar-benar baru.
Selanjutnya,
langkah kedua, dimunculkanlah “pertanyaan penelitian” (permasalahan
penelitian) yang dinyatakan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat tanya),
misalnya, mengacu contoh di atas, “Seperti apakah sosok teknologi internet baru
tersebut dan seberapa besar tingkat kemanfaatannya untuk pelaksanaan
pemasaran?” Atau, “Bagaimana sekolah melaksanakan upaya untuk mencapai standar
sekolah nasional/internasional?” (Kasus SBN dan SBI). Atau “Bagaimana sekolah
merancang dan mengelola program untuk memberikan layanan prima kepada para
pemangku kepentingannya?” (Kasus: ISO).
Pertanyaan
penelitian tersebut hanya berkaitan dengan aspek “what” dan/atau “how”
sesuatu yang diteliti (isu, problem) . Jadi, dengan kata lain, tidak mengenai “why” (sebab-akibat).
Langkah
berikutnya (berdasarkan langkah penelitian “baku”) adalah merumuskan tujuan
penelitian. Tentu saja tujuannya adalah “mengetahui (secara
mendalam/”understand”) mengenai sesuatu (topik/masalah) tersebut, untuk
kemudian “mendeskripsikannya”. Dengan kata lain, rumusannya boleh berupa
“(untuk) mengetahui ….” atau “(untuk) mendeskripsikan …” “Untuk mengetahui”
berdasar pada awal penelitian yang mulai dari “ketidaktahuan”, sementara “Untuk
mendeskripsikan” berdasar pada nantinya hasil penelitian akan dilaporkan
seperti apa (dalam ujud tipe pelaporan yang bagaimana).
Langkah
berikutnya, menelaah
berbagai literatur (jika dipandang perlu–umumnya perlu) untuk
mendapatkan gambaran umum mengenai sesuatu (objek penelitian) tersebut,
terutama untuk mempertegas memperjelas “konsep-konsep” (istilah, sebutan) yang
berkaitan dengan sesuatu tersebut. Misalnya mempertegas memperjelas
makna/pengertian/definisi sebutan (konsep) ISO/TQM, sekolah berstandar
nasional/internasional, dan yang terkait dengannya.
Langkah
berikutnya menjelaskan bagaimana penelitian itu akan dilakukan (metode, prosedur, atau
desain penelitian), yaitu penetapan sumber data/informasi
(subjek/responden/narasumber penelitian), serta penggunaan teknik pengumpulan
dan analisis data yang akan digunakan.
Itu jika berupa
proposal. Jika suda dilakukan diubah jadi bagaimana penelitian (dalam hal ini
pengumpulan data) dilakukan.
Langkah
terakhir, jika sudah meneliti, adalah menganalisis data yang diperoleh.
Ambil contoh permasalahan mengenai apa saja upaya yang dilakukan sekolah agar
menjadi sekolah berstandar internasional. Data diperoleh dengan wawancara
terhadap narasumber. Informasi (data) dari narasumber (semua narasumber) itu
diolah (sama dengan analisis) menjadi simpulan umum apa saja upaya yang
dilakukan. Tentu harus dikelompok-kelompokkan sesuai dengan temuan yang
diperoleh. Misalnya mengenai upaya menjalin kerja sama dengan lembaga
pendidikan luar negeri, upaya membina (membentuk) komitmen seluruh wearga
sekolah untuk menjadi SBI, upaya memperoleh dana sumber dana, upaya
meningkatkan profesionalisem staf sekolah, upaya memenuhi persyaratan
fasilitas, upaya meningkatkan KBM/PBM, dan sebagainya.
4. Langkah
murni eksplorasi
Penelitian
eksploratori (eksploratif), sesuai dengan namanya, merupakan penelitian
penggalian, menggali untuk menemukan (konsep atau masalah). Jadi, karena
bersifat menggali (betul-betul mengeksplorasi), maka sebenarnya tidak ada
langkah yang baku. Lakukan saja penggalian, lalu seleksi segala macam yang
tergali itu, temukan bulir-bulir yang bernas, yang bermakna
daripadanya.Ibaratkan seperti orang mencari emas. Gali saja pasir-pasir dan
tanah, lalu ayak, dan buang yang bukan emas, ambil yang emas.
Jika cara ini
yang dilakukan, bisa jadi (andaikata berkenaan dengan mahasiswa), mahasiswa dan
dosen pembimbingnya akan bingung karena di luar langkah-langkah konvensional
seperti dicontohkan di atas. Kan tidak semua dosen paham sepenuhnya metodologi
penelitian. Sudah terbiasa dengan “pola kuantiatif positivistik” pula.
Contoh:
Sebuah yayasan
pendidikan melakukan terobosan baru dalam pelaksanaan pendidikan. Murid-murid
(yang disebut murid) tidak diberi pelajaran di kelas oleh guru yang berceramah.
Murid diajak bermain-main dengan alam. Semua belajar dengan dan dari alam.
Berbahasa dengan alam, bermatematika dengan alam, berIPA dengan alam, berIPS
dengan alam, berPKn dengan alam, berKertakes dengan alam, berolah raga dengan
alam. Pokoknya segala macam materi “skolastik” (pelajaran sekolah) dipelajari
di, dengan, dan lewat alam. Tidak ada ceramah dari guru, tidak ada ulangan dan
ujian. Lalu, apa ukuran keberhasilan “bersekolah”-nya? Bagaimana pula
murid-murid itu belajar, dan bagaimana guru mengajar?
Kan sebetulnya
tertemukan juga pola (langkah) penelitiannya, walau benar-benar akan
eksploratif.
Pertama, ada sekolah alam yang
tidak sama dengan sekolah alam yang sudah ada. Itu latar belakangnya
(ketidaksamaan dengan sekolah manapun).
Kedua, dipertanyakan banyak hal
(menurut ukuran konvensional sistem sekolah): pelajarannya apa saja, gurunya
mengajar bagaimana, muridnya belajar bagaimana, evaluasinya bagaimana,
sarana-prasarana apa saja, dan sebagainya. Itu permasalahan penelitian (rumusan
msalah).
Ketiga, mengapa diteliti? Apa
tujuannya? Rumusannya: Mengetahui seluk beluk “sekolah alam” tersebut.
Keempat, menelaaah literatur? Ya
tidak bakalan ada, lah! Kata bahasa gaulnya. Jadi lewat. Langsung ke
metode (prosedur) penelitian. Objeknya “seluk beluk sekolah alam tersebut.
Subjeknya “sekolah alam tadi itu. Narasumbernya seluruh staf penyelenggara dan
pelaksana. Teknik mengumpulkan datanya dengan wawancara dan observasi
partisipan (partisipatif/partisipatoris). Analisis datanya bisa kuantitatif,
bisa kualitatif, dan mungkin cukup hanya sampai taraf deskriptif (nah, istilah
deskriptif ini suka membingungkan–nanti kita bahas).
Kelima, laporan. Olah data,
ceritera singkat gambaran umum, butir-butir penting saja, jangan semua hal
dimasukkan (“reduksi” atau penyaringan data di kepala saja, tak usah
diceriterakan data yang dibuang dan data yang dipakai). Kelompokkan menurut
yang lazim ada sebagai komponen sistem pendidikan (gurunya, muridnya,
kurikulumnya, sarana dan prasarananya, KBM-nya, dsb).
Misal: Siapa
saja yang menjadi guru (latar belakang pendidikan, bagaimana “dilatih” untuk
belajar-mengajar di, dengan, dan lewat alam, bagaimana mengembangkan
profesionalismenya sebagai pendidik, dsb). Siapa saja yang menjadi murid, dari
kalangan orang tua yang seperti apa, bagaimana gairah belajarnya, bagaimana
(seperti apa) pengetahuan yang dimilikinya, bagaimana daya nalarnya, bagaimana
kemampuan “meneliti alam” yang dikuasainya, dsb. Dan aspek lainya digambarkan
seara ringkas, padat, mencakup, dan komunikatif.
B.penelitian verifikasi
1. pengertian
penelitian verivikasi
Riset atau penelitian
sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi
yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan untuk menemukan,
menginterpretasikan,
dan merevisi
fakta-fakta.
Penyelidikan intelektual ini menghasilkan
suatu pengetahuan yang lebih mendalam
mengenai suatu peristiwa,
tingkah
laku,
teori,
dan hukum,
serta membuka peluang bagi penerapan praktis dari pengetahuan tersebut. Istilah
ini juga digunakan untuk menjelaskan suatu koleksi informasi
menyeluruh mengenai suatu subyek tertentu, dan biasanya dihubungkan dengan
hasil dari suatu ilmu
atau metode ilmiah.
Kata ini diserap dari kata bahasa
Inggris research yang diturunkan dari bahasa
Perancis yang memiliki arti harfiah "menyelidiki secara
tuntas"( id.wikipedia.org/wiki/Penelitian).
Verifikasi adalah penilaian terhadap sumber-sumber.
Penilaian meliputi dua aspek (ekstern dan intern). Aspek ekstern mempersoalkan
apakah sumber itu merupakan sumber sejati yang diperlukan, sedangkan aspek
intern mempersoalkan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang
diperlukan. Dalam menilai sumber, kedua aspek ini dilakukan bersama-sama.
Kritik ekstern harus dapat menjawab tiga pertanyaan, yaitu
Kritik ekstern harus dapat menjawab tiga pertanyaan, yaitu
1)
apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (soal autentisitas):
2)
apakah sumber itu asli atau turunan (soal orisinalitas):
3)
apakah sumber itu masih utuh atau sudah diubah-ubah (soal integritas).
Setelah ada kepastian bahwa sumber itu merupakan sumber yang
henar-benar diperlukan dalam bentuk asli dan masih utuh barulah dilakukan
kritik intern. Kritik intern dilakukan untuk membuktikan bahwa informasi yang
terkandung di dalam sumber itu memang dapat dipercaya. Untuk membuktikannya
dilakukan dengan penilaian intrinsik terhadap sumber dan dengan membandingkan
kesaksian-kesaksian berbagai sumber.
2. Pendekatan
verifikasi.
Pendekatan verifikasi menyatakan sesuatu baru layak disebut
ilmu pengetahuan jika pernyataan-pernyataannya dapat diverifikasi, yakni dapat
dibuktikan kebenarannya oleh panca indera. Pendekatan ini merupakan prinsip
positivisme atau naturalisme. Pendekatan verifikasi menghendaki adanya bukti
empirik terhadap hipotesa sebelum dia menjadi sebuah teori. Dalam
pembuktiannya, pendekatan verifikasi menggunakan metode induktif dimana
fakta-fakta dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian membuat generalisasi.
Pendekatan ini lazim digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Jika beberapa materi A
tidak ada yang bersifat B, A pasti tidak bersifat B. Generalisasi tidak
memeriksa seluruh A dan menyimpulkan sifat A, tetapi hanya mengambil sampel
saja.
Kalau verifikasi digunakan untuk mencari kebenaran suatu
teori, maka falsifikasi digunakan untuk mencari kesalahan sebuah teori. Suatu
teori harus falsifiable, yaitu berpeluang untuk disalahkan secara
induktif-empiris atau deduktif-rasional. Semakin besar kemungkinan atau peluang
untuk disanggah, semakin baik dan kokoh validitas teori itu . Hal itu karena
teori yang disanggah akan terus memperbaiki diri dan semakin lama semakin kuat
bangunannya. Hipotesa yang dipakai sebelum teori tersebut dapat dibuktikan pun
dicari kesalahannya. Jika terdapat kesalahan dalam hipotesa maka gugurlah
hipotesa berikut teori yang akan dibangun.
C. Penelitian
Pengembangan
1.
Hakikat Penelitian Pengembangan
Menurut Gay (1990) Penelitian Pengembangan adalah suatu
usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah,
dan bukan untuk menguji teori. Sedangkan Borg and Gall (1983:772)
mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai berikut:
Educational Research and development
(R & D) is a process used to develop and validate educational products. The
steps of this process are usually referred to as the R & D cycle, which
consists of studying research findings pertinent to the product to be
developed, developing the products based on these findings, field testing it in
the setting where it will be used eventually, and revising it to correct the
deficiencies found in the filed-testing stage. In more rigorous programs of
R&D, this cycle is repeated until the field-test data indicate that the
product meets its behaviorally defined objectives.
Penelitian Pendidikan dan pengembangan (R & D) adalah
proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.
Langkah-langkah dari proses ini biasanya disebut sebagai siklus R & D, yang
terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang berkaitan dengan produk yang
akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan ini, bidang
pengujian dalam pengaturan di mana ia akan digunakan akhirnya , dan merevisinya
untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap mengajukan pengujian.
Dalam program yang lebih ketat dari R & D, siklus ini diulang sampai
bidang-data uji menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi tujuan perilaku
didefinisikan.
Seals dan Richey (1994) mendefinisikan penelitian
pengembangan sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan,
pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus
memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan efektifitas. Sedangkan Plomp
(1999) menambahkan kriteria “dapat menunjukkan nilai tambah” selain ketiga
kriteria tersebut.
Van den Akker dan Plomp (1993) mendeskripsikan penelitian
pengembangan berdasarkan dua tujuan yakni
- Pengembangan prototipe produk
- Perumusan saran-saran metodologis untuk pendesainan dan evaluasi prototipe produk tersebut
Sedangkan Richey dan Nelson (1996) membedakan penelitian
pengembangan atas dua tipe sebagai berikut.
- Tipe pertama difokuskan pada pendesaianan dan evaluasi atas produk atau program tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang proses pengembangan serta mempelajari kondisi yang mendukung bagi implementasi program tersebut.
- Tipe kedua dipusatkan pada pengkajian terhadap program pengembangan yang dilakukan sebelumnya. Tujuan tipe kedua ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang prosedur pendesainan dan evaluasi yang efektif.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan.
Produk yang dihasilkan antara lain: bahan pelatihan untuk guru, materi belajar,
media, soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran.
2.
Karakteristik
dan Motif Penelitian Pengembangan
Menurut
Wayan (2009) ada 4 karateristik penelitian pengembangan antara lain :
- Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggung jawaban profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.
- Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media belajar yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
- Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang dihasilkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan, validasi, dan uji coba lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
- Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media pembelajaran perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah penelitian yang mencerminkan originalitas.
Sedangkan
motif penelitian pengembangan seperti dikemukankan Akker (1999) antara lain :
- Motif dasarnya bahwa penelitian kebanyakan dilakukan bersifat tradisional, seperti eksperimen, survey, analisis korelasi yang fokusnya pada analsis deskriptif yang tidak memberikan hasil yang berguna untuk desain dan pengembangan dalam pendidikan.
- Keadaan yang sangat kompleks dari banyknya perubahan kebijakan di dalam dunia pendidikan, sehingga diperlukan pendekatan penelitian yang lebih evolusioner (interaktif dan siklis).
- Penelitian bidang pendidikan secara umum kebanyakan mengarah pada reputasi yang ragu-ragu dikarenakan relevasi ketiadaan bukti.
3.
Rumusan
Masalah dan Tujuan Penelitian Pengembangan
Pada rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian
pengembangan biasanya berisi dua informasi, yaitu (1) masalah yang akan
dipecahkan dan (2) spesifikasi pembelajaran, model, soal, atau perangkat yang
akan dihasilkan untuk memecahkan masalah tersebut. Selama dua aspek ini
terkandung dalam sebuah rumusan masalah penelitian pengembangan, maka rumusan
masalah tersebut sudah benar.
Penambahan beberapa sub-masalah untuk merinci rumusan
masalah (utama) bisa saja dilakukan selama tidak mengurangi kejelasan makna
dari rumusan masalah tersebut, misalnya tetap hanya akan menghasilkan sebuah
produk perangkat pembelajaran dalam satu penelitian pengembangan. Rumusan masalah
penelitian pengembangan bisa dirinci menjadi beberapa sub-masalah apabila
perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan bisa dibagi menjadi beberapa
bagian.
Menurut Akker (1999) tujuan penelitian pengembangan
dibedakan berdasarkan pengembangan pada bagian kurikulum, teknologi dan media,
pelajaran dan instuksi, dan pendidikan guru didaktis. Berikut ini penjelasannya
:
1. Pada bagian kurikulum
Tujuannya adalah menginformasikan proses pengambilan
keputusan sepanjang pengembangan suatu produk/program untuk meningkatkan suatu
program/produk menjadi berkembang dan kemampuan pengembang untuk menciptakan
berbagai hal dari jenis ini pada situasi ke depan.
2. Pada bagian teknologi dan media
Tujuannya adalah untuk menigkatkan proses rancangan
instruksional, pengembangan, dan evaluasi yang didasarkan pada situasi
pemecahan masalah spesifik yang lain atau prosedur pemeriksaan yang
digeneralisasi.
3. Pada bagian pelajaran dan instruksi
Tujuannya adalah untuk pengembangan dalam dalam perancangan
lingkungan pembelajaran, perumusan kurikulum, dan penaksiran keberhasilan dari
pengamatan dan pembelajaran, serta secara serempak mengusahakan untuk berperan
untuk pemahaman fundamental ilmiah.
4. Pada bagian pendidikan guru dan
didaktis
Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi pembelajaran
keprofesionalan para guru dan atau menyempurnakan perubahan dalam suatu
pengaturan spesifik bidang pendidikan. Pada bagian didaktis, tujuannya untuk
menjadikan penelitian pengembangan sebagai suatu hal interaktif, proses yang
melingkar pada penelitian dan pengembangan dimana gagasan teoritis dari
perancang memberi pengembangan produk yang diuji di dalam kelas yang
ditentukan, mendorong secepatnya ke arah teoritis dan empiris dengan menemukan
produk, proses pembelajaran dari pengembang dan teori instruksional.
4. Proses Penelitian Pengembangan
Penelitian Pengembangan biasanya dimulai dengan identifikasi
masalah pembelajaran yang ditemui di kelas oleh guru yang akan melakukan
penelitian. Yang dimaksud masalah pembelajaran.dalam penelitian pengembangan
adalah masalah yang terkait dengan perangkat pembelajaran, seperti silabus,
bahan ajar, lembar kerja siswa, media pembelajaran, tes untuk mengukur hasil
belajar, dsb. Perangkat pembelajaran dianggap menjadi masalah karena belum ada,
atau ada tetapi tidak memenuhi kebutuhan pembelajaran, atau ada tetapi perlu
diperbaiki, dsb. Tentunya tidak semua masalah perangkat pembelajaran akan
diselesaikan sekaligus, satu masalah perangkat pembelajaran saja yang dipilih
sebagai prioritas untuk diselesaikan lebih dulu.
Tahap berikutnya adalah mengkaji teori tentang pengembangan perangkat
pembelajaran yang relevan dengan yang akan dikembangkan. Setelah menguasai
teori terkait dengan pengembangan perangkat pembelajaran, peneliti kemudian
bekerja mengembangkan draft perangkat
pembelajaran berdasarkan teori yang relevan yang telah dipelajari. Setelah
selesai dikembangkan, draft harus berulangkali direview sendiri oleh peneliti
atau dibantu oleh teman sejawat (peer review).
Setelah diyakini bagus sesuai dengan yang diharapkan, draft
tersebut dimintakan masukan kepada para ahli yang relevan (expert validation). Masukan dari para ahli
dijadikan dasar untuk perbaikan terhadap draft. Setelah draft direvisi
berdasar masukan dari para ahli, langkah berikutnya adalah menguji-coba draft
tersebut. Uji-coba disesuaikan
dengan penggunaan perangkat. Bila yang dikembangkan adalah bahan ajar, maka
uji-cobanya adalah digunakan untuk mengajar kepada siswa yang akan membutuhkan
perangkat tersebut. Uji-coba bisa dilakukan pada beberapa bagian saja terhadap
sekelompok kecil siswa, atau satu kelas. Bila yang diuji-coba adalah silabus,
maka uji-cobanya adalah terhadap guru yang akan menggunakan silabus tersebut.
Kegiatan uji-cobanya adalah meminta guru menggunakan silabus untuk menyusun
Rencana Program Pembelajaran (RPP).
Tujuan uji-coba adalah untuk melihat apakah perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dapat diterima atau tidak. Dari hasil uji-coba,
beberapa bagian mungkin memerlukan revisi. Kegiatan terakhir adalah revisi
terhadap draft menjadi draft akhir perangkat pembelajaran tersebut.
Menurut Akker (1999), ada 4 tahap dalam penelitian
pengembangan yaitu :
1.
Pemeriksaan pendahuluan (preliminary inverstigation).
Pemeriksaan
pendahuluan yang sistematis dan intensif dari permasalahan mencakup:
- tinjauan ulang literatur,
- konsultasi tenaga ahli,
- analisa tentang ketersediaan contoh untuk tujuan yang terkait, dan
- studi kasus dari praktek yang umum untuk merincikan kebutuhan.
2.
Penyesuaian teoritis (theoretical embedding)
Usaha yang lebih sistematis dibuat untuk menerapkan dasar
pengetahuan dalam mengutarakan dasar pemikiran yang teoritis untuk pilihan
rancangan.
3.
Uji empiris (empirical testing)
Bukti empiris yang jelas menunjukkan tentang kepraktisan dan
efektivitas dari intervensi.
4.
Proses dan hasil dokumentasi, analisa dan refleksi (documentation,analysis,
and reflection on process and outcome).
Implementasi dan hasilnya untuk berperan pada spesifikasi
dan perluasan metodologi rancangan dan pengembangan penelitian.
5. Metode Penelitian Pengembangan
Metode penelitian pengembangan tidaklah berbeda jauh dari
penelitian pendekatan penelitian lainya. Namun, pada penelitian pengembangan
difokuskan pada 2 tahap yaitu tahap preliminary dan tahap formative
evaluation (Tessmer, 1993) yang meliputi self evaluation, prototyping
(expert reviews dan one-to-one, dan small group), serta field
test. Adapun alur desain formative evaluation sebagai berikut
:
1.
Tahap Preliminary
Pada tahap ini, peneliti akan menentukan tempat dan subjek
penelitian seperti dengan cara menghubungi kepala sekolah dan guru mata
pelajaran disekolah yang akan menjadi lokasi penelitian. Selanjutnya peneliti
akan mengadakan persiapan-persiapan lainnya, seperti mengatur jadwal penelitian
dan prosedur kerja sama dengan guru kelas yang dijadikan tempat penelitian.
2.
Tahap Formative Evaluation
1) Self
Evaluation
- Analisis
Tahap ini merupakan langkah awal penelitian pengembangan.
Peneliti dalam hal inin akan melakukan analisis siswa, analisis kurikulum, dan
analisis perangkat atau bahan yang akan dikembangkan.
- Desain
Pada tahap ini peneliti akan mendesain perangkat yang akan
dikembangkan yang meliputi pendesainan kisi-kisi, tujuan, dan metode yang akan
di kembangkan. Kemudian hasil desain yang telah diperoleh dapat di validasi
teknik validasi yang telah ada seperti dengan teknik triangulasi data yakni
desain tersebut divalidasi oleh pakar (expert) dan teman sejawat.
Hasil pendesainan ini disebut sebagai prototipe pertama.
2) Prototyping
Hasil pendesainan pada prototipe pertama yang dikembangkan
atas dasar self evaluation diberikan pada pakar (expert review)
dan siswa (one-to-one) secara paralel. Dari hasil keduanya dijadikan
bahan revisi. Hasil revisi pada prototipe pertama dinamakan dengan prototipe
kedua.
- Expert Review
Pada tahap expert review, produk yang telah didesain
dicermati, dinilai dan dievaluasi oleh pakar. Pakar-pakar tadi menelaah konten,
konstruk, dan bahasa dari masing-masing prototipe. Saran–saran para pakar
digunakan untuk merevisi perangkat yang dikembangkan. Pada tahap ini, tanggapan
dan saran dari para pakar (validator) tentang desain yang telah dibuat ditulis
pada lembar validasi sebagai bahan merevisi dan menyatakan bahwa apakah desain
ini telah valid atau tidak.
- One-to-one
Pada tahap one-to-one, peneliti mengujicobakan desain
yang telah dikembangkan kepada siswa/guru yang menjadi tester. Hasil dari
pelaksanaan ini digunakan untuk merevisi desain yang telah dibuat.
- Small group
Hasil revisi dari expert dan kesulitan yang dialami
pada saat uji coba pada prototipe pertama dijadikan dasar untuk merevisi
prototipe tersebut dan dinamakan prototipe kedua kemudian hasilnya diujicobakan
pada small group. Hasil dari pelaksanaan ini digunakan untuk revisi
sebelum diujicobakan pada tahap field test. Hasil revisi soal
berdasarkan saran/komentar siswa pada small group dan hasil analisis
butir soal ini dinamakan prototipe ketiga.
3) Field
Test
Saran-saran serta hasil ujicoba pada prototipe kedua dijadikan
dasar untuk merevisi desain prototipe kedua. Hasil revisi diujicobakan
ke subjek penelitian dalam hal ini sebagai uji lapangan atau field
test.
Produk yang telah diujicobakan pada uji lapangan haruslah
produk yang telah memenuhi kriteria kualitas. Akker (1999) mengemukakan
bahwa tiga kriteria kualitas adalah: validitas, kepraktisan, dan
efektivitas (memiliki efek potensial).
0 komentar:
Posting Komentar